A. Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar
behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat
diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui
rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon)
berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan
belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab
belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fifik
terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat da
kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon). Teori
Behavioristik:
1. Mementingkan
faktor lingkungan
2.
Menekankan pada faktor bagian
3.
Menekankan
pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
4.
Sifatnya mekanis
Beberapa
tokoh penting dalam teori
belajar behavioristik antara lain adalah:
a. Edward
L. Thorndike
Psikologi aliran behavioristik mulai mengalami
perkembangan melalui lahirnya teori-teori tentang belajar yang dipelopori oleh
Edward L. Thorndike (1874-1949) pertama kalinya tentang kecerdasan hewan (animal inteligent) pada 1998. Prinsip
teori Thorndike adalah belajar asosiasi antara kesan panca indra (sense impression)dengan impuls untuk
bertindak (impulse to action).
Asosiasi itulah yang menjadi lebih kuat atau lenih lemah dalam terbentuknya
atau hilangnya kebiasaan-kebiasaan. Oleh karena itulah, teori Thorndike disebut
connectionism atau bond psychology.
Pada awal eksperimennya dilakukan dengan
mempegunakan kucing. Setelah eksperimen terhadap kucing tersebut berhasil,
diteruskan dengan subjek lainnya mulai anjing, ikan, dank era. Awalnya dipilih
kucing yang masih muda dibiarkan lapar kemudian dimasukkan ke dalam kotak (puzzle box)bentuk pintu kurungan dibuat
sedemikian rupa sehingga jika kucing menyentuk tombol tertentu pintu kotak akan
terbuka dan kucign dapat keluar dan mencapai daging yang ditempatkan diluar
kotak sebagai penarik bagi kucing yang lapar itu. Pada usaha pertama kucing
belum terbiasa memecahkan problemnya, sampai kemudian menyentuh tombol dan
pintu terbuka. Waktu yang dibutuhkan dalam usaha pertama agak lama. Percobaan
yang sama dilakukan berulang-ulang.
Dengan
terlatihnya proses belajar dari kesalahan (trial
and error), maka waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan problem itu makin
singkat. Hal ini ditafsirkan Thorndike sebenarnya ia tidak mengerti cara
membebaskan diri dari kotak itu, tetapi belajar mencamkan dan mempertaruhkan
untuk siap berfikir (think trough) mempertahankan
respon yang benar dan menghilangkan respon yang salah.
Eksperimen
di atas diharapkan kepada situasi yang belum dikenal dan membiarkan subjek
melakukan berbagai aktivitas untuk merespon situasi dan mencoba untuk bersaksi
sehingga dapat menemukan keberhasilan dan membuat koreksi sesuatu dengan
stimulusnya. Teori koneksionisme disebut juga S.R. Bond Theory dan S.R. Psyochology atau terkenal dengan sebutan
“trial and error learning”. Teori ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Adanya
motif yang mendorong altivitas.
2) Adanya
berbagai respon terhadap situasi.
3) Adanya
eliminasi respon-respon yang gagal atau salah.
4) Adanya
kemajuan reaksi-reaksi dalam mencapai tujuan.
Menurut
Thorndike, dasar proses belajar pada hewan maupun pada manusia adalah sama.
Baik belajar pada hewan maupun pada manusia, mengacu pada tiga hokum belajar
pokok, yaitu:
a) Law
of readiness ialah reaksi terhadap stimulus yang didukung oleh kesiapan untuk bertindak
dan bereaksi itu-reaksi itu menjadi memuaskan.
b) Law
of exercise ialah hunungan stimulus respon apabila sering digunakan akan makin
kuat melalui repetition (pengulangan).
-
Law of use
Hubungan stimulus respon bertambah kuat jika ada
latihan.
-
Law of disuse
Hubungan stimulus respon bertambah lemah jika
latihannya dihentikan.
c) Law
of effect ialah menunjukkan kepada makin kuat atau lemahnya hubungan sebagai
akibat dari pada hasil respon yang dilakukan.
Hasil dari semua
perbandingan dari berbagai cara itu sama saja, yaitu teori koneksisme. Koneksi
(hubungan) yang membawa hadiah selalu bertambah kuat, sedangkan koneksi yang
membawa hukumannya hanya sedikit saja bertambah lemah. Teori Thorndike member
pengaruh yang besar sekali dalam masalah belajar.
b.
Ivan Petrovitch Pavlov
Pavlov
adalah seorang psikolog asal rusia. Pada tahun 1920 Pavlov melakukan percobaan
terhadap anjing yang diberi stimulus bersyarat sehingga terjadi reaksi
bersyarat pada anjing. Dari hasil percobaannya, sinyal (pertanda) memainkan
peran yang sangat penting dalam adaptasi hewan terhadap sekitarnya. Makanan
disebut perangsang tak bersyarat (unconditioned
stimulus, disingkat US), sedangkan keluarnya air liur karena makanan
disebut reflex tak bersyarat (unconditiones
relex, di singkat CR). Pertanda atau sinyal itu disebut dengan pertangsang
bersyarat (conditioned stimulus, di
singkat CS).
Teori classical
conditioning yang ditemukan Pavlov didasarkan pada tiga proses, yaitu: pertama,
penyamarataan (generalization)sebab
respon dikondisikan dengan kehadiran stimulus yang sama melalui keluarnnya air
liur. Kedua, perbedaan (descimination)
untuk merespon apabila ada perangsang makanan ke mulutnya. Ketiga, pemadaman (extintion) terjadi ketika stimulus disajikan
berulang-ulang tanpa adanya stimulus berupa makanan.
Kesimpulan
dari percobaan Pavlov ialah apabila stimulus yang diadakan (CS) selalu disertai
dengan stimulus penguat (UCS), stimulus tadi (CS), sepat atau lambat, akan
menimbulan respon atau perubahan yang kita kehendaki dalam CR. Skinner
berpendapat bahwa percobaan Pavlov itu tunduk terhadap dua macam hokum yang
berbeda, yakni: law of respondent
conditioning atau hokum pembiasaan dan law
of respondent extinction atau hokum pemusnahan yang dituntut.
Law of
respondent conditioning ialah jika dua macam stimulus
dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks ketiga yang terbentuk
dari respon penguatan refleks dan stimulus tadi adalah CS dan CR. Sebaliknya, law of respondent extinction ialah jika refleks
yang sudah diperkuat melalui respondent
conditioning itu didatangkan kembali
tanpa menghadirkan kekuatan, maka kekuatannya akan menurun.
c. Burrhus Frederic Skinner
Teori operant
conditioning oleh B.F. Skinner tahun 1930, melalui eksperimen seekor tikus
yang ditempatkan dalam sebuah peti yang kemudian terkenal dengan nama “Skinner Box”. Eksperimen skinner mempunyai
kemiripan dengan teori trial and error
learning oleh Thorndike.tingkah laku belajar menurut Thorndike selalu
melibatkan kepuasan, sedangkan menurut Skinner fenomena tersebut melibatkan reinforcement/penguatan. Kedua teori ini
secara langsung atau tidak mengakui arti penting law of effect.
Dalam eksperimen terhadap tikus-tikus dalam kotak,
digunakan suatu tanda untuk memperkuat respon (disciminative stimulus) berupa
tombol lampu dan pemindah makanan.Reinforcement stimulus tersebut berupa
makanan.Teori semacam ini mengacu pada dua hukum yang berbeda,yakni law operant
conditioning jika timbulanya tingkah laku operant diinringi dengan stimulus
penguat,maka kekuatan tingkah laku tersebut akan meningkat.Sebaliknya,menurut
law of operan extinction, jika timbulnya tingkah laku operant yang telah
diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan menurun atau
padam.Hukum-hukum ini pada dasarnya sama dengan hukum yang melekat dalam proses
belajar teori classical conditioning.Karena mempunyai kesamaan, oarang sering
merasa kebingunganb membedakan keduanya.
d. Robert Gagne ( 1916-2002).
Gagne adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan amerika yang terkenaldengan penemuannya berupa condition of learning. Menurut pemahaman Robert Gagne dalam (http://moshimoshi.netne.net/materi/psikologi pendidikan/bab7.htm Diunduh pada tanggal 29 maret 2012 pukul 14.00) pelopor dalam instruksi pembelajaran yang dipraktekkannya dalam training pilot AU Amerika. Ia kemudian mengembangkan konsep terpakai dari teori instruksionalnya untuk mendisain pelatihan berbasis komputer dan belajar berbasis multi media. Teori Gagne banyak dipakai untuk mendisain software instruksional.
Gagne disebut sebagai Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk merencanakan instruksioanal pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi. Ketrampilan paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam hierarki ketrampilan intelektual. Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana dilanjutnkanpada yanglebih kompleks ( belajar SR, rangkaian SR, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih tinggi(belajar aturan danpemecahan masalah). Prakteknya gaya belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus respon.
e. Albert Bandura (1925-masih hidup)
Bandura lahir
pada tanggal 4 Desember 1925 di Mondare
alberta berkebangsaan Kanada. Ia seorang psikolog yang terkenal dengan
teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimennya
yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak meniru
secara persis perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Faktor-faktor
yang berproses dalam belajar observasi adalah:
1.
Perhatian,
mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.
2.
Penyimpanan
atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik.
3.
Reprodukdi
motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
4.
Motivasi,
mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.
Selain
itu juga harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip
prinsip sebgai berikut:
1.
Tingkat
tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak
awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya.
2.
Individu
lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3.
Individu
akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan
dihargai dan perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Karena
melibatkan atensi, ingatan dan motifasi, teori Bandura dilihat dalam kerangka
Teori Behaviour Kognitif. Teori belajar sosial membantu memahami terjadinya
perilaku agresi dan penyimpangan
psikologi dan bagaimana memodifikasi perilaku.
Teori
Bandura menjadi dasar dari perilaku pemodelan yang digunakan dalam berbagai
pendidikan secara massal.
Ø Aplikasi
Teori Behavioristik terhadap Pembelajaran Siswa
Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori behavioristik adalah ciri-ciri
kuat yang mendasarinya yaitu:
a. Mementingkan
pengaruh lingkungan
b. Mementingkan
bagian-bagian
c. Mementingkan
peranan reaksi
d. Mengutamakan
mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon
e. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk
sebelumnya
f. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan
pengulangan
g. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang
diinginkan.
Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan
paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah
siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara
utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng
diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan
pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana samapi pada yang
kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang
ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran
berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera
diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan
dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori
behavioristik ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku
yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai
mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku
yang tampak.
Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa
yang berpusat pada guru, bersifaat mekanistik, dan hanya berorientasi pada
hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar karena
penggunaan teori behavioristik mempunyai persyartan tertentu sesuai dengan ciri
yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini,
sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat
penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan
kemampaun yang membuthkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur
seperti : Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan
sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan
komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan
untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa,
suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu
situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang
sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap
otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa
yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif , perlu motivasi dari luar,
dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya
mendengarkan denga tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar
dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman yang sangat
dihindari oelh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling
efektif untuk menertibkan siswa.
B.
Teori
belajar kognitif
Aliran kognitif berupaya
mendeskripsikan apa yang terjadi dalam diri seseorang ketika ia belajar. Teori
ini lebih menaruh perhatian pada peristiwa-peristiwa internal. Belajar adalah
proses pemaknaan informasi baru dengan jalan mengaitkannya dengan struktur
informasi yang telah dimiliki. Belajar terjadi lebih banyak ditentukan karena
adanya karsa individu. Penataan kondisi bukan sebagai penyebab terjadinya
belajar, tetapi sekedar memudahkan belajar.
Keaktifan mahasiswa menjadi unsur
yang sangat penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Kini teori ini diakui
memiliki kekuatan yang dapat melengkapi kelemahan dari teori behavioristik bila
diterapkan dalam pembelajaran. Munculnya Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), keterampilan
proses, dan penekanan pada berpikir produktif merupakan bukti bahwa teori
kognitif telah merambah praktek pembelajaran. Namun operasionalisasi dari teori
ini nampak tertinggal jauh jika dibandingkan dengan teori bahavioristik.
Bahasan
singkat ini berupaya mendeskripsikan bagaimana pemanfaatan teori-teori ini
dalam mengembangkan strategi pembelajaran di Perguruan Tinggi, terutama dalam
menata lingkungan belajar agar muncul prakarsa belajar dalam diri mahasiswa.
Juga tentang unsur apa yang terpenting yang perlu ada dalam lingkungan belajar
mahasiswa. Semuanya diarahkan agar mahasiswa dapat belajar dengan caranya yang
terbaik sehingga mereka dapat bertumbuh dan berkembang sesuai dengan
potensinya.
Ø Teori
Modifikasi Perilaku Kognitif
Meichenbaum menyatakan bahwa individu dapat diajarkan untuk
memantau dan mengatur perilakunya sendiri. Cara yang digunakan yaitu melatih
individu yang terganggu emosionalnya untuk membuat dan menjawab pertanyaannya
sendiri. Ada 5 tahap kegiatan belajar mandiri yang dikembangkan Meichenbaum,
yaitu:
1. Model orang dewasa melakukan tugas
tertentu sambil berbicara dengan keras (Modeling kognitif).
2. Anak melakukan tugas yang sama di
bawah arahan pembelajaran dari model (Bimbingan eksternal).
3. Anak melakukan tugas sambil membelajarkan
diri sendiri.
4. Anak membelajarkan dirinya sendiri
dengan cara berbicara pelan pada saat melanjutkan tugas.
5. Anak melakukan tugas untuk mencari
kinerja tertentu dengan melakukan percakapan diri sendiri.
a.
Pemahaman
pencerahan (insight)
Menurut
aliran Gesalt, kegiatan belajar menggunakan insight adalah pemahaman terhadap
hubungan-hubungan, terutama hubungan antara – bagian dan keseluruhan. Tingkat
kejelasan dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan
belajar seseorang dari pada hukuman dan ganjaran.
Orang yang dipandang didapatkan
pemecahan problem yang merupakan inti belajar. Jadi, yang penting bukanlah
mengulang-ulang hal yang harus dipelajari, melainkan mengertinya, mendapatkan
insight. Ada enam macam sifat khas belajar dengan insight sebagai berikut:
1) Insight tergantung atas kemampuan
dasar. Perbedaan individual dalam hal kemampuan dasar antara individu yang satu
dan individu yang lain, masa kanak-kanak pada umumnya masih sangat sukar untuk
belajar.
2) Insight didahului melalui periode
mencoba-coba. Sebelum dapat memperoleh insight, orang harus sudah meninjau
problemnya di berbagai arah dan mencoba-coba memecahkannya.
3) Pengalaman masa lampau seseorang
yang relafan mempengaruhi insight seseorang.
4) Belajar dengan insight dapat dilakukan
berulang-ulang (refetition).
5) Insight dapat digunakan untuk
menghadapi situasi-situasi baru.
6) Insight terjadi apabila situasi
belajar dikondisikan sedemikian rupa melalui pengaturan secara eksprimental
b.
Teori
belajar dari Kurt Lewin
Menurut
teori Lewin, adanya asosiasi tidak memberikan “motor penggerak” bagi aktivitas
mental. Menurutnya, akan selalu ada tegangan yang perlu pada tiap aktivitas.
Belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif.
Perubahan struktur kognitif hasil dari dua macam kekuatan, satu dari struktur
medan kognisi dan lainnya dari kebutuhan dan motifasi internal individu.
Motivasi mempunyai peran penting dalam belajar dari hadiah dan hukuman.
Perubahan struktur kognitif
(pengetahuan) dapat terjadi karena pengulangan situasi perlu diulang-ulang
dalam strukturnya berubah. Hal yang terpenting bukanlah ulangan itu terjadi,
melainkan struktur kognitif yang berubah. Terbukti, daya eksperimen mengenai
insight bahwa terlalu banyak ulangan tidak menambah belajar, sebaiknya mungkin
menyebabkan kejenuhan psikologi yang menyebabkan kekaburan dalam struktur
kognitif.
Pengalaman dalam belajar merupakan
ciri perubahan struktur kognitif.struktur kognitif itu juga berubah-ubah sesuai
dengan kebutuhan yang ada pada individu. Kekuatan psikologis yang bersangkutan
dengan suatu kebutuhan dapat berakibat salah satu diantara dua keadaan berikut
:
1) Hal itu mengakibatkan locomotion dalam arah kekuatan itu,
artinya kebutuhan itu dipuaskan dengan jalan biasa, belajar yang baru tak perlu
lagi, dan struktur kognitif tetap baik.
2)
Kekuatan
itu dapat mengakibatkan perubahan dalam struktur kognitif. Locomotion dimungkinkan artinya hubungan-hubungan dalam situasi dilihat
dengan pandangan (cara) baru sehingga kebutuhan dapat dipuaskan.
Teori belajar modifikasi perilaku koginitif ini menekankan
pada modeling percakapan diri sendiri secara meningkat berpindah dari perilaku
yang dikendalikan oleh orang lain kepada perilaku yang dikendalikan oleh diri
sendiri, di mana individu menggunakan percakapan diri sendiri pada waktu
melaksanakan tugas.
C.
Teori Belajar Humanistik
Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar
dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami
perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya.
Tujuan utama
para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam
diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses
belajar, ialah :
1.
Proses pemerolehan informasi baru.
2.
Personalia informasi ini pada individu.
Menurut Tokoh-tokoh penting teori belajar humanistik dalam http://www.slideshare.net/jayamartha/teori-belajar-dan-pembelajaran-6-teori-belajarhumanistik secara teoritik
antara lain adalah: Arthur W. Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers.
a.
Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka
mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti)
adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti
bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak
relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan
karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya
tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya
tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang
tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan
mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya,
guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku
internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak
guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi
pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah
menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana
membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran
tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang
seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu.
Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2)
adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri
makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai
sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
b.
Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri
individu ada dua hal :
1)
Suatu
usaha yang positif untuk berkembang
2)
Kekuatan
untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam
upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis.
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan
takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil
kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi
di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah
keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah
kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima
diri sendiri(self).
Maslow
membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang
telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah
ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan
mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow
ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada
waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar
ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
c.
Carl Rogers
Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois
Chicago, sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Semula Rogers menekuni
bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang psikologi. Ia mempelajari
psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada tahun
1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society untuk
mencegah kekerasan pada anak.
Gelar profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun
1942, ia menulis buku pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara
bertahap mengembangkan konsep Client-Centerd Therapy.
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1)
Kognitif
(kebermaknaan)
2)
Experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Guru menghubungan
pengetahuan akademik ke dalam
pengetahuan terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai
mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan
siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup
keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif,
evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran
adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran,
yaitu:
1)
Menjadi
manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus
belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2)
Siswa
akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan
pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang
bermakna bagi siswa
3)
Pengorganisasian
bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian
yang bermakna bagi siswa.
4)
Belajar
yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari
bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar
humanistik yang penting diantaranya ialah :
1)
Manusia
itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
2)
Belajar
yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai
relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
3)
Belajar
yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap
mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
4)
Tugas-tugas
belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan
apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
5)
Apabila
ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai
cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
6)
Belajar
yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
7)
Belajar
diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
8)
Belajar
inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun
intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
9)
Kepercayaan
terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama
jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan
penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
10) Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia
modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus
menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai
proses perubahan itu.
Salah satu model
pendidikan terbuka mencakuo konsep mengajar guru yang fasilitatif yang
dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai
kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu
empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1)
Merespon
perasaan siswa
2)
Menggunakan
ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3)
Berdialog
dan berdiskusi dengan siswa
4)
Menghargai
siswa
5)
Kesesuaian
antara perilaku dan perbuatan
6)
Menyesuaikan
isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari
siswa)
7)
Tersenyum
pada siswa
Dari penelitian itu
diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan
angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik
termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi
tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada
peralatan sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat
berpikir yang lebih tinggi.
Ø Implikasi
Teori Belajar Humanistik:
a.
Guru
Sebagai Fasilitator
Psikologi
humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini
adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas
sifasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa
guidenes(petunjuk):
1.
Fasilitator
sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok,
atau pengalaman kelas.
2.
Fasilitator
membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam
kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3.
Dia
mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4.
Dia
mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas
dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5.
Dia
menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
6.
Di
dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik
isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk
menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
7.
Bilamana
cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat
berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota
kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti
siswa yang lain.
8.
Dia
mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai
suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
9.
Dia
harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan
yang dalam dan kuat selama belajar
10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan
harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya
sendiri.
Ø Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa
Aplikasi
teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran
yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran
humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan
motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk
memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama
(student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan
siswa memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan
meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya
daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1.
Merumuskan
tujuan belajar yang jelas
2.
Mengusahakan
partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan
positif.
3.
Mendorong
siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif
sendiri.
4.
Mendorong
siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
5.
Siswa
di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang
ditunjukkan.
6.
Guru
menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai
secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala
resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7.
Memberikan
kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
8.
Evaluasi
diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.
Pembelajaran
berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi
pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan
sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan
aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar
dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab
tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau
etika yang berlaku.
DAFTAR
PUSTAKA
Rifai, Achmad dan Tri Anni,
Catharina. 2009. Psikologi Pendidikan.
Semarang: Unnes Press
Bahruddin.2009.pendidikan
dan psikologi perkembangan.
Jogjakarta :
Ar-ruzz media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar