Sabtu, 08 Desember 2012

PRASANGKA DAN KONFLIK




A.           Pengertian prasangka dan konflik
Prasangka merupakan evaluasi kolompok atau seseorang yang mendasarkan diri pada keanggotaan dimana seseorang tersebut menjadi anggotanya.
Prasangka juga merupakan evaluasi negative terhadap out group dan fenomena yang hanya bisa ditemui dalam kehidupan social. Munculnya prasangka merupakan akibat dari adanya kontak-kontak social antara berbagai individu didalam masyarakat. Seseorang tidak mungkin berprasangka bila tidak pernah mengalami kontak social dengan individu lain. akan tetapi prasangka tidak semata-mata dimunculkan oleh factor social.

Prasangka (prejudice) adalah sebuah sikap (biasanya negatif) terhadap anggota kelompok tertentu, semata-mata berdasarkan keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut (Baron & Byrne, 2003). Sementara itu.
Definisi klasik prasangka pertama kali diperkenalkan oleh psikolog dari Universitas Harvard, Gordon Allport, yang menulis konsep itu dalam bukunya, The Nature of Prejudice in 1954. Istilah itu berasal dari kata praejudicium, yakni pernyataan atau kesimpulan tentang sesuatu berdasarkan perasaan atau pengalaman yang dangkal terhadap seseorang atau sekelompok orang tertentu.
Lanjut Allport, “Prasangka adalah antipati berdasarkan generalisasi yang salah atau generalisasi yang tidak luwes. Antipati itu dapat dirasakan atau dinyatakan. Antipati bisa langsung ditujukan kepada kelompok atau individu dari kelompok tertentu. “Kata kunci dari definisi Allport adalah”antipati”, yang oleh Webster’s Dictionary disebut sebagai “perasaan negatif”. Allport memang sangat menekankan bahwa antipati bukan sekedar antipati pribadi, melainkan antipati kelompok.

Pengertian prasangka menurut para ahli:
1.             Johnson (1986) mengatakan, prasangka adalah sikap positif atau negatif berdasarkan keyakinan stereotip kita tentang anggota atau kelompok tertentu. Seperti halnya sikap, prasangka meliputi keyakinan untuk mengambarkan jenis pembedaan terhadap orang lain sesuai dengan peringkat nilai yang kita berikan. Prasangka yang berbasis ras kita sebut rasisme, sedangkan yang berdasarkan etnik kita sebut etnisisme.
2.             Menurut Jones (1986), prasangka adalah sikap antipati yang berlandaskan pada cara mengeneralisasi yang salah dan tidak fleksibel. Kesalahan itu mungkin saja diungkapkan secara langsung kepada orang yang menjadi anggota kelompok tertentu. Prasangka merupakan sikap negatif yang diarahkan kepada seseorang atas dasar perbandingan dengan kelompok sendiri.
3.             Daft (1999) memberikan definisi prasangka lebih spesifik yakni kecenderungan untuk menilai secara negatif orang yang memiliki perbedaan dari umumnya orang dalam hal seksualitas, ras, etnik, atau yang memiliki kekurangan kemampuan fisik.
4.             Soekanto (1993) dalam ‘Kamus Sosiologi’ menyebutkan pula adanya prasangka kelas, yakni sikap-sikap diskriminatif terselubung terhadap gagasan atau perilaku kelas tertentu.
5.             Effendy (1981), sebagaimana dikutip Liliweri (2001), mengemukakan bahwa prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan berat bagi kegiatan komunikasi, karena orang yang berprasangka belum apa- apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang melancarkan komunikasi.





Dalam prasangka, emosi memaksa kita untuk menarik kesimpulan atas dasar syakwasangka, tanpa menggunakan pikiran dan pandangan kita terhadap fakta yang nyata. Karena itu, sekali prasangka itu sudah mencekam, orang tidak akan dapat berpikir objektif, dan segala apa yang dilihatnya selalu akan dinilai secara negatif.
Dari beberapa pengertian di atas, kita dapat menyatakan bahwa prasangka mengandung sikap, pikiran, keyakinan, kepercayaan, dan bukan tindakan. Jadi, prasangka tetap ada di pikiran.
Deskriminasi adalah pembedaan orang atau mengabaikan orang berdasarkan prasangka.
Deskriminasi adalah  diskriminasi (discrimination) adalah wujud dari prasangka itu dalam tingkah laku atau aksi negatif terhadap kelompok yang menjadi sasaran prasangka. diskriminasi mengarah ketindakan sistematis. Kalau prasangka berubah menjadi tindakan nyata, ia berubah menjadi diskriminasi, yakni tindakan menyingkirkan status dan peran sekelompok orang dari hubungan, pergaulan, seta komunikasi antar manusia.
Prasangka merupakan sebuah tipe khusus dari sikap yang cenderung kearah negatif sehingga konsekuensinya:
1.      Berfungsi sebagai skema (kerangka pikir kognitif untuk mengorganisasi, menginterpretasi dan mengambil informasi) yang mempengaruhi cara memproses informasi.
2.      Melibatkan keyakinan dan perasaan negatif terhadap orang yang menjadi anggota kelompok sasaran prasangka.
                       





B.            Sumber-sumber prasangka dan usaha untuk mengatasi prasangka
Menurut Zastrow (1989) mengemukakan bahwa prasangka bersumber dari :
1)             Proyeksi (upaya mempertahankan ciri kelompok etnik/ras secara berlebihan);
2)             Frustasi, agresi, kekecewaan yang mengarah pada sikap menentang;
3)             Ketidaksamaan dan kerendahdirian;
4)             Kesewenang-wenangan;
5)             Alasan historis;
6)             Persaingan yang tidak sehat dan menjerumus kedalam eksploitasi;
7)             Cara-cara sosialisasi yang berlebihan; dan
8)             Cara memandang kelompok lain dengan pandangan sinis.


Sejak lama, sosiolog Robert K. Merton (1949, 1976) meneliti tentang prasangka dan kriminalitas. Ia pernah mengemukakan hasil penelitian tentang hubungan antara sikap dan prilaku negatif yang diarahkan kepada sekelompok orang. Ia lalu menemukan empat kategori tipe manusia:
(1)          Orang yang tidak berprasangka dan tidak diskriminatif;
(2)          Orang yang tidak berprasangka namun diskriminatif;
(3)          Orang yang berprasangka namun tidak diskriminatif; dan
(4)          Orang yang berprasangka dan diskriminatif.








Sumber prasangka dibagi atas 5 bagian, yaitu :
1.             Konflik langsung antar kelompok. Berdasarkan Teori Konflik Realistik (Realistic Conflict Theory) di mana prasangka muncul karena kompetisi antar kelompok social untuk memperoleh kesempatan atau komoditas yang berharga yang berkembang menjadi rasa kebencian, prasangka dan dasar emosi.
2.             Pengalaman awal. Berdasarkan Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory), prasangka dipelajari dan dikembangkan dengan cara yang sama serta melalui mekanisme dasar yang sama, seperti sikap yang lain yakni melalui pengalaman langsung dan observasi/vicarious.
3.             Kategorisasi Sosial, yakni kecenderungan untuk membuat kategori social yang membedakan antara in-group—“kita”—dengan out-group—“mereka”. Kategori social ini menjadi prasangka, dapat dijawab berdasarkan Teori Identitas Sosial (Identitty Theory) dari Tajfel.
4.             Stereotip kerangka berpikir kognitif yang terdiri dari pengetahuan dan keyakinan tentang kelompok social tertentu dan traits tertentu yang mungkin dimiliki oleh orang yang menjadi anggota kelompok-kelompok ini. Ketika sebuah stereotip diaktifkan, trait-trait ini lah yang dipikirkan. Stereotip mempengaruhi pemprosesan informasi social (diproses lebih cepat dan lebih mudah diingat), sehingga mengakibatkan terjadinya seleksi pada informasi-informasi yang konsisten terhadap stereotip akan diproses sementara yang tidak sesuai stereotip akan ditolak atau diubah agar konsisten dengan stereorip.



Jhonson (1986) mengemukakan, prasangka itu di sebabkan oleh:
(1)          Menggambarkan perbedaan antar kelompok;
(2)          Nilai-nilai budaya yang dimiliki kelompok mayoritas sangat menguasai  kelompok etnik dan ras yang merasa superior sehingga menjadikan etnik atau ras lain inferior.
Pemyebab terjadinya  prasangka:
a.              Etnosetrisme yaitu kesukuan / rasial (ras)
b.             Stereotip yaitu pelaberan (penamaan) terhadap seseorang pada seseorang atau kelompok yang belum tentu benar.
Sebab-sebab timbulnya prasangka dan diskriminasi :

1)             Berlatar belakang sejarah
2)             Dilatar-belakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan
situasional
3)             Bersumber dari factor kepribadian

Usaha-usaha mengurangi/menghilangkan prasangka dan diskriminasi adalah sebagai berikut:

1.             Perbaikan kondisi sosial ekonomi
2.             Perluasan kesempatan belajar
3.             Sikap terbuka dan sikap lapang







C.           Dampak prasangka terhadap perilaku sosial
Pengertian prasangka social menurut para ahli antara lain
sebagaiberikut:
a.         Menurut Sears et all, (1985) prasangka sosial adalah penilaian terhadap kelompok atau seorang individu yang terutama didasarkan pada keanggotaan kelompok tersebut, artinya prasangka sosial ditujukan pada orang atau kelompok orang yang berbeda dengannya atau kelompoknya.
b.        Prasangka sosial menurut Papalia dan Sally, (1985) adalah sikap negatif yang ditujukan pada orang lain yang berbeda dengan kelompoknya tanpa adanya alasan yang mendasar pada pribadi orang tersebut.
c.         Allport, (dalam Zanden, 1984) menguraikan bahwa prasangka sosial merupakan suatu sikap yang membenci kelompok lain tanpa adanya alasan yang obyektif untuk membenci kelompok tersebut.
d.        Kossen, (1986) menguraikan bahwa prasangka sosial merupakan gejala yang interen yang meminta tindakan prahukum, atau membuat keputusan-keputusan berdasarkan bukti yang tidak cukup.

Dari uraian tersebut di atas dapat diartikan bahwa prasangka sosial merupakan sikap yang ataupun perasaan-perasaan negatif yang ditujukan kepada orang lain atau kelompok orang lain yang menjadi obyek prasangka tersebut. Prasangka sosial akan mempengaruhi tindakan seseorang dalam berbagai hal dan prasangka sosial biasanya merupakan penilaian yang tidak obyektif, dengan kata lain didasarkan pada penilaian yang tergesa-gesa.
Prasangka sosial berkaitan erat dengan komponen-komponen sikap yakni komponen kognitif, afektif, konatif. Prasangka sosial erat kaitannya dengan perasaan subyektif seseorang yang ditujukan pada orang lain atau kelompok tertentu.


Dampak Prasangka Sosial menurut para ahli:
1.             Prasangka sosial menurut Rose, (dalam Gerungan, 1981) dapat
merugikan masyarakat secara dan umum dan organisasi khususnya. Hal ini terjadi karena prasangka sosial dapat menghambat perkembangan potensi individu secara maksimal.
2.             Steplan et all, (1978) menguraikan bahwa prasangka sosial tidak saja mempengaruhi perilaku orang dewasa tetapi juga anak-anak sehingga dapat membatasi kesempatan mereka berkembang menjadi orang yang memiliki toleransi terhadap kelompok sasaran misalnya kelompok minoritas.
3.             Rosenbreg dan Simmons, (1971) juga menguraikan bahwa prasangka sosial akan menjadikan kelompok individu tertentu dengan kelompok individu lain berbeda kedudukannya dan menjadikan mereka tidak mau bergabung atau bersosialisasi. Apabila hal ini terjadi dalam organisasi atau perusahaan akan merusak kerjasama.

Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian tentang dampak prasangka sosial di atas adalah bahwa dengan adanya prasangka sosial akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang dalam berbagai situasi. Prasangka sosial dapat menjadikan seseorang atau kelompok tertentu tidak mau bergabung atau bersosialisasi dengan kelompok lain. Apabila kondisi tersebut terdapat dalam organisasi akan mengganggu kejasama yang baik sehingga upaya pencapaian tujuan organisasi kurang dapat terealisir dengan baik.






D.           Prasangka dan deskriminasi
·                Prasangka
Prasangka adalah sikap (biasanya negatif) kepada anggota kelompok tertentu yang semata-mata didasarkan pada keanggotaan mereka dalam kelompok (Baron & Byrne, 1991). Misalnya karena pelaku pemboman di Bali adalah orang Islam yang berjanggut lebat, maka seluruh orang Islam, terutama yang berjanggut lebat, dicurigai memiliki tekad buruk untuk menteror.
Perasaan yang umumnya terkandung dalam prasangka adalah perasaan negatif atau tidak suka bahkan kadangkala cenderung benci. Kecenderungan tindakan yang menyertai prasangka biasanya keinginan untuk melakukan diskriminasi, melakukan pelecehan verbal seperti menggunjing, dan berbagai tindakan negatif lainnya.
Menurut Poortinga (1990) prasangka memiliki tiga faktor utama yakni stereotip, jarak sosial, dan sikap diskriminasi. Ketiga faktor itu tidak terpisahkan dalam prasangka. Stereotip memunculkan prasangka, lalu karena prasangka maka terjadi jarak sosial, dan setiap orang yang berprasangka cenderung melakukan diskriminasi.
Sementara itu Sears, Freedman & Peplau (1999) menggolongkan prasangka, stereotip dan diskriminasi sebagai komponen dari antagonisme kelompok, yaitu suatu bentuk oposan terhadap kelompok lain. Stereotip adalah komponen kognitif dimana kita memiliki keyakinan akan suatu kelompok.
Pada umumnya prasangka terlahir dalam kondisi dimana jarak sosial yang ada diantara berbagai kelompok cukup rendah. Apabila dua etnis dalam suatu wilayah tidak berbaur secara akrab, maka kemungkinan terdapat prasangka dalam wilayah tersebut cukup besar. Sebaliknya prasangka juga melahirkan adanya jarak sosial. Semakin besar prasangka yang timbul maka semakin besar jarak sosial yang terjadi. Jadi antara prasangka dan jarak sosial terjadi lingkaran setan.

·                Diskriminasi
Diskriminasi adalah perilaku menerima atau menolak seseorang semata-mata berdasarkan keanggotaannya dalam kelompok (Sears, Freedman & Peplau,1999). Misalnya banyak perusahaan yang menolak mempekerjakan karyawan dari etnik tertentu.
 Diskriminasi bisa terjadi tanpa adanya prasangka dan sebaliknya seseorang yang berprasangka juga belum tentu akan mendiskriminasikan (Duffy & Wong, 1996). Akan tetapi selalu terjadi kecenderungan kuat prasangka melahirkan diskriminasi. Prasangka menjadi sebab diskriminasi manakala digunakan sebagai rasionalisasi diskriminasi. Artinya prasangka yang dimiliki terhadap kelompok tertentu menjadi alasan untuk mendiskriminasikan kelompok tersebut.
Prasangka menunjukkan pada aspek sikap sedangkan diskriminasi pada
Tindakan.Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan yang relaistis, sedangkan prsangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri individu masing-masing.
 Diskriminasi menunjukkan pada suatu tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap prasangka dan diskriminasi seolah-olah menyatu, tak dapat dipisahkan.Seseorang yang mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya.
. Demikian juga sebaliknya seseorang yang berprasangka dapat saja bertindak tidak diskriminatif.
Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.
Sedangkan diskriminasi menurut Theodorson & Theodorson, diskriminasi adalah ketidak seimbangan atau ketidak adilan yang ditujukan oleh orang atau kelompok lain yang biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesuku bangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial.
Diskriminasi bersifat aktif dari prasangka yang bersifat negatif (negative prejudice) terhadap seorang individu atau suatu kelompok.

E.            Deskriminasi dalam prespektif sosial
Dalam penerapan  prespektif pastilah terdapat penjelasan dari masing-masing preppektif tersebut antara lain: 
a.              Radikal
Munculnya kelompok minoritas dan adanya diskriminasi muncul dari
pemahaman liberal klasik dan modern. Radikal mennginginkan adanya revolusi agar nantinya individu-individu harus memiliki asset-aset Negara secara merata. Dalam pandangan radikal, peran pasar dalam sebuah Negara tidaklah dapat berfungsi sebagaimana mestinya, karena jika diciptakan pasar justru akan menimbulkan ketidak adilan, kecurangan, dan akan membuat rancu.
b.             Liberal Klasik
Salah satu penghapusan minoritas dan dikriminasi yaitu melalui diberikannya perbedan pada inividu baik itu dari pemerintahan dan agama.

c.              Konservatif
Konservatif muncul dari para kelompok yang tersisih. Diskriminasi harus dihapuskan dan minoritas adalah sebuah bentuk tindakan yang tidak baik.

d.             Liberal Modern
Liberalisme Modern tidak mengubah hal-hal yang mendasar atau secara fundamental seperti apa yang diharapkan dari pandangn radikal, akan tetapi liberal modern hanya mengubah hal-hal lainnya atau dengan kata lain, nilaiintinyanya(core values) tidak berubah hanya ada tambahan-tanbahan saja dalam versi yang baru.
Secara umu pandangan liberal modern tidak dapat dipisahkan dari liberalism klasik, karena di dalam liberal modern masih terdapat pandangan untuk tetap menghargai hak- hak individu dimasyarakat.
Hampir sama dengan penerapan liberal klasik, bahwa harus adanya penghormatan atas hak milik indiividu, akan tetapi liberal modern lebih menekankan peran negara sebagai kontrol akan tetapi menghindari tatanan yang hierarki.




Daftar Pustaka
·                     Bimo walgito, psikologi Social.ANDI Yokyakarta, 2002
·                     Abu ahmad, Psikoogi Sosial, Rineka Cipta. Jakarta 2002
·                     Jacubus Ranjabar, Psikologi Sosial, Ghaliah Indonesia, Bandung 2006
·                     Liliweri, Alo. 2005. Prasangka dan Konflik. Yogyakarta: LKIS
·                     Anonymous.2010.Diskriminasi.(Online).(file:///E:/diskriminasi/Diskriminasi.htm. Diakses 26 Mei 2010).
·                     http://www.anakunhas.com/2011/05/cara-mengatasi-prasangka.html diunduh pada tanggal 7 april 2012
·                     http://www.anakunhas.com/2011/05/defenisi-prasangka.html diunduh pada tanggal 7 april 2012
·                     http://www.anakunhas.com/2011/05/sumber-prasangka.html diunduh pada tanggal 7 april 2012
·                     http://www.anakunhas.com/2011/05/cara-mengatasi-prasangka.html diunduh pada tanggal 7 april 2012
·                     http://smartpsikologi.blogspot.com/2007/08/mendefinisikan-prasangka.html diunduh pada tanggal 7 april 2012

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar